Through The Lens: Thomas Sito
Storytelling style, gear, dan proses kolaborasinya bareng LEMAIRE.
Through The Lens adalah rubrik khusus yang menghighlight para fotografer dari berbagai macam style fotografi, mulai dari portrait, landscape, fine art, fashion, sampai dokumenter. Lewat Through The Lens, tiap fotografer yang kami hadirkan akan memberikan insight mengenai karya beserta approach menarik mereka dalam memotret.
Nama Thomas Sito udah nggak asing lagi kalau ngomongin fotografi di Indonesia, terutama di dunia fashion editorial. Creative asal Makassar ini dikenal lewat fotonya yang selalu ngasih vibe subtle, satir, dan komikal.
Walaupun dia sempet ninggalin kuliah graphic design di Lasalle College, Thomas malah berhasil nemuin passion dan komitmen di fotografi. Karya-karyanya udah banyak muncul di brand-brand besar, baik luar maupun dalam negeri. Salah satu yang paling menarik adalah project Thomas bareng LEMAIRE, di mana mereka bikin campaign yang fokus pada pembuatan karpet hand-woven dari serat pohon pisang di Filipina.
Di Through The Lens kali ini, Hypebeast Indonesia ngobrol sama Thomas Sito soal storytelling di setiap karyanya, sampe ke detail proses kolaborasinya sama LEMAIRE.
HB: Hai Thomas, karya lo konsisten nampilin keunikan kehidupan sehari-hari yang dimix sama sentuhan gaya dan warna yang elegan. Apa yang awalnya bikin lo tertarik sama style storytelling ini?
Thomas Sito (Thomas): Kalau bisa dideskripsikan jadi manusia, mungkin foto gue adalah a precocious kid, a playful kid with layers of emotions inside. Dan gue mencoba menangkap semuanya dari kacamata anak itu. Kalo secara teknis, gue selalu attracted pada sesuatu yang tidak terlalu performatif, namun ada twist-nya. Bahkan kalo ada elemen teatrikalnya pun, gue suka kalau itu not on the nose, kayak detail gesture kecil aja. I think it is a very fun conversation starter for those who pay attention, dan gue suka trigger orang untuk membuat narasinya sendiri.
HB: Emosi atau pesan apa yang pengen lo sampaikan lewat karya lo?
Thomas: Gue portray foto gue dengan kata sensitif, satir, dan komikal, walaupun gue ga suka mendikte narasi gue juga secara gamblang. Mungkin ultimate goal-nya cuma yang penting orang ngerasain sesuatu.
HB: Apa yang jadi inspirasi buat karya lo belakangan ini?
Thomas: Account-account Instagram yang kocak dan random kayak @peoplestanding seringkali menginspirasi karya gue akhir-akhir ini.
HB: Gear apa yang lo pake pas lagi motret, dan gimana proses pre and post-nya?
Thomas: Gue pake Canon 5D Mark IV with various lenses tergantung keadaan atau visual kayak apa yang mau gue ambil. Terkadang kalau memungkinkan (walaupun sangat amat jarang) gue menggunakan analog cam Nikon FM2 dan Mamiya RB juga. Menentukan model/subject dan lokasi yang tepat adalah hal yang terpenting dalam setiap shoot gue. Buat post-nya sendiri, gue biasanya memberikan waktu beberapa hari untuk kontemplasi dan liat-liat lagi apa yang harus gue lakukan terhadap fotonya.
HB: Apakah ada project or series tertentu yang paling special buat lo so far?
Thomas: Documenting Elora Hardy di rumahnya buat buku garapan Phaidon dan IKEA berjudul “Us & Our Planet”. Waktu itu gue sedang dalam fase krisis identitas terkait art dan karir gue, dan project ini mengingatkan gue lagi betapa cintanya gue melakukan pekerjaan ini.
HB: Gimana tentang project lo bareng LEMAIRE?
Thomas: Pada suatu malam, gue di-email oleh image manager-nya LEMAIRE. Gue yang adalah fans dari brand tersebut pun shock juga. Awalnya gue pikir scam hahaha, sampe akhirnya gue online meet sama mereka dan waktu beneran muncul di layar gue, baru gue sadar ini real. Dan sudahlah gue terbang ke Filipina seminggu setelahnya. Lalu dari situ berlanjut lagi, dan gue dipertemukan oleh mas Noviadi Angkasapura. Beruntungnya gue bisa mengerjakan lagi beberapa project buat LEMAIRE bersama orang hebat seperti beliau.
HB: Gimana lo nge-balance antara client work and passion project? Apakah ada perbedaan antara keduanya buat lo, atau keduanya adalah satu dan sama?
Thomas: Luckily, gue sering mendapatkan client yang lumayan terbuka pada ide-ide gue. Menurut gue, menemukan sweet spot antara kebutuhan client dan kreativitas gue itulah yang seru dalam pekerjaan ini. Jadi untuk sekarang, gue sedang bisa buat nggak misahin dua hal tersebut. Walaupun gue merasa penting juga buat mengerjakan project di mana gue bebas berkarya dengerin insting tanpa ada tuntutan kebutuhan orang lain. Goal gue adalah memperbanyak project seperti itu lagi di tahun depan.
HB: Challenge apa yang lo hadapi ketika ngambil foto, dan gimana cara lo ngatasinya?
Thomas: Challenge selalu ada aja di setiap shoot. Dari cuaca yang tiba-tiba berubah total dari keinginan moodboard, lokasi awal yang tiba-tiba harus berubah, set design yang nggak muat masuk studio. Cara gue menanggapinya adalah dengan nggak panik dan coba cari plan B. Selalu pasti ada plan B, dan belajar kompromi kalau memang perubahan harus terjadi. Oh, dan selalu bawa backup gear.
HB: Apa aim lo ke depan sebagai seorang fotografer?
Thomas: Gue bukan orang yang suka menerawang jauh ke depan, jadi yang selalu gue pikir adalah bagaimana memberikan usaha maksimal gue untuk segala sesuatu yang ada di depan mata aja. Juga nggak takut buat seize new opportunities. Most importantly, I hope that I can manage to keep this fire alive.
“Most importantly, I hope that I can manage to keep this fire alive.“
“I think it’s a great conversation starter for those who pay attention, dan gue suka trigger orang untuk membuat narasinya sendiri.“
“Gue portray foto gue dengan kata sensitif, satir dan komikal, walaupun gue nggak suka mendikte narasi gue juga secara gamblang. Mungkin ultimate goal-nya cuma yang penting orang ngerasain sesuatu.“